5 Juni 2014

Pada Hujan Bulan Juni



"Suatu saat," kata-kataku tersendat, berusaha mengatur napas agar suaraku terdengar wajar, "suatu saat," ulangku,"bolehkah aku menangis untukmu, Ka?"


Ia diam, kulirik sekilas dan mata elangnya masih menatap lelangit pekat yang memayungi kami.


"Kenapa harus menangisiku, Ing?" bukan jawaban yang kudapat, tapi pertanyaan. Aku tersenyum ironis. Apakah hidup memang seperti ini? Ketika bertanya dan membutuhkan jawaban, acapkali yang didapat adalah pertanyaan lain.


"Jika langit boleh menangis untuk bumi," aku menggigit bibir,"maka kenapa aku tidak boleh menangis untukmu, Ka? Bahkan jika kita besok tak bisa berada pada naungan semesta yang sama?"


Sorot matanya tetap sama, seteduh pendar bulan yang kucinta.


Ia menghela napas, "Kenapa mencemaskan esok hari? Syukurilah apa yang ada hari ini, Ing," ia tersenyum dan menatap lurus padaku. Membuatku malu. "Bersyukur, bukankah itu yang selalu kau ajarkan padaku?" ia memberiku setangkai krisan, "Jangan bersedih. Jika kita tak berada pada semesta yang sama, bukankah kita selalu berada pada naungan Pencipta yang sama?"

05/06/2014

15 Februari 2014

Sepotong Rindu di Ujung Senja

Rerindu Senja

Ada berapa warna senja di retinamu?
Begitu banyak rupa melebihi batas pelangi cakrawala
Terlalu banyak, tapi aku tak pernah bosan menafsirkannya
Hanya saja, padanan kata yang ku punya tak cukup untuk menuangkannya lewat sebuah pena

Ru, asal kau tahu
Bersama senja kau selalu membayang di lipatan langit
Kanvas semesta tempat aku meluruhkan segala rerasa yang berusaha mencipta
sebuah lukisan nyata tempat bermuara segala rerindu ungu yang tak pernah berujud